Perjuangan Garuda Wisnu Kencana

Garuda Wisnu Kencana (Sumber : Pixabay)

Konon disebuah negeri di Pulau Bali, hiduplah seorang Resi yang arif dan bijaksana, bernama Resi Kasyapayana. Dalam menjalani kehidupannya sehari-hari beliau ditemani oleh dua orang istri yang bernama Kadru Sari dan Winata Sari yang keduanya memiliki kecantikan yang sama.   
Kehidupan Resi Kasyapayana bersama kedua istrinya pun bahagia. Beliau juga mampu berlaku adil pada keduanya. Kadru Sari sebenarnya keberatan dengan niat Resi Kasyapayana yang ingin memadunya, tetapi apalah daya, dia pun menerima dengan berat hati kehadiran Winata Sari.
Waktupun cepat berlalu dan kedua istri Resi Kasyapayana dikaruniai putra-putra yang tampan dan gagah. Kudra Sari melahirkan putra yang diberi nama Naga Jaya, sedangkan Winata Sari dikaruniai putra yang diberi nama Garuda. Lengkaplah kebahagian Resi Kasyapayana.     
Meski kebahagiaan sudah melingkupi keluarga ini, Kudra Sari masih tetap menyimpan ketidaksukaannya dengan Winata Sari. “Aku berharap Winata Sari tidak tinggal lama lagi dalam istana ini. Aku ingin dia bisa segera keluar, jadi hanya aku yang akan menjadi istri Resi Kasyapayana sepenuhnya,” ini yang diucapkan Kadru Sari pada seorang dayang kepercayaannya.
“Apa yang harus aku lakukan agar Winata Sari bisa segera menyingkir dari sini?” tanya Kadru Sari pada dirinya sendiri sambil berjalan kesana kemari. Dia berpikir keras.  
Air keabadian (Sumber : Pixabay)
Suatu ketika, terdengar kabar bahwa para dewa akan mengaduk-aduk samudra untuk mendapatkan Tirtha Amartha. Tirtha artinya air dan amartha artinya keabadian. Jadi Tirtha Amartha artinya air yang dapat memberikan keabadian kepada siapapun yang dapat meminumnya walaupun hanya setetes. Bersamaan dengan keluarnya air keabadian itu, akan muncullah kuda terbang.
Mendengar berita tersebut, Kadru Sari langsung menyusun rencana barunya untuk mengalahkan Winata Sari yaitu dengan menantang Winata Sari menebak warna kuda terbang yang belum terlihat oleh mereka.
“ Hai Winata Sari, sudahkah engkau mendengar dewa-dewa akan melakukan Tirtha Amartha?,” tanya Kadru Sari dengan nada sombongnya.
Winata Sari yang tengah terduduk di taman, merasa kaget dengan pertanyaan yang disampaikan Kadru Sari. Dia pun menoleh ke arah suara tersebut.
“Ya, aku sudah mendengar mengenai hal tersebut. Resi Kasyapayana sempat menyampaikan hal itu kepadaku semalam. Ada apa gerangan,” jawab Winata Sari.
Mendengar Winata Sari mendapatkan kabar Tirtha Amartha dari sang Resi Kasyapayana, Kadru Sari pun terlihat marah dan geram. Kenapa Resi Kasyapayana hanya menyampaikan hal tersebut pada Winata Sari saja? Hatinya tergerus sembilu. Sedih.    
“Aku ingin mengajakmu beradu tebakan, apakah kau berani melawanku?” jelas Kadru Sari.
Winata Sari menatap sesaat dan kemudian menjawab,”aku terima tantangmu. Tebakan apa yang engkau maksudkan itu?” tanya Winata Sari lebih lanjut.
“Baiklah jika memang kau sanggup menerima tantanganku. Ayo coba tebak, apa warna kuda terbang saat Tirtha Amartha nanti muncul?” jelas Kadru Sari.
Winata Sari menyadari bahwa Kadru Sari saat ini dalam kondisi marah dan ingin mengusirnya dari istana. Namun, Winata Sari berusaha berlapang dada dan tetap memperlakukan Kadru Sari dengan baik.  “ Aku akan menjawab tantanganmu, tapi sebelum aku menjawabnya, apakah engkau bersedia menerima persyaratan dariku?”  tantang Winata Sari.
“Apa persyaratan yang engkau inginkan. Aku tidak takut dengan persyaratan itu,” jawab Kadru Sari.
Mendengar kesiapan Kadru Sari, sesaat Winata Sari menatapnya dan menjawab,”persyaratannya adalah siapapun yang nantinya kalah dalam tebakan ini, maka dia harus bersedia menjadi budak dan mentaati seluruh perintah dari yang menang.”
Kadru Sari pun mengangguk sombong dan merasa bahwa dialah yang akan menjadi pemenangnya. Dalam adu tebakan ini, Kadru Sari menebak warna kuda adalah hitam, sedangkan Winata Sari menebak warnanya putih.
Namun, sebelum kuda terbang muncul, Kadru Sari sudah mendapatkan bocoran dari putranya, Naga Jaya, bahwa kuda yang akan muncul warnanya adalah putih. Maka, Kadru Sari menyusun rencana agar dirinya tidak mengalami kekalahan. Dia meminta pada Naga Jaya agar kuda yang nantinya akan muncul bisa segera disemprot dengan cat, sehingga tubuh kuda nantinya menjadi hitam. Naga Jaya pun melakukan apa yang diperintahkan oleh sang ibu.
Melihat kemunculan kuda terbang berwarna hitam, Winata Sari terlihat sedih, tetapi dia harus melakukan apa yang menjadi persyaratan waktu lalu, yaitu menjadi budak Kudra Sari selama hidupnya.
Garuda tebang tinggi (Sumber : Pixabay)
Beberapa hari setelah kejadian tersebut. Garuda putra dari Winata Sari merasa ada hal yang tidak sesuai, dia merasa Kudra Sari sudah berbuat curang kepada ibunya. Kudra Sari telah berbuat licik agar dirinya dapat menang. Merasa yakin akan hal tersebut, Garuda pun tidak tinggal diam begitu saja.
Garuda menghampiri Naga Jaya dan menanyakan kebenaran atas kecurigaannya tersebut.
“Naga Jaya, apa yang telah kau lakukan dalam adu tebakan yang dilakukan oleh ibu beberapa hari yang lalu? Apakah engkau sudah melakukan kecurangan?” tanya Garuda dengan nada tegasnya.
Naga Jaya kaget mendengar pertanyaan yang disampaikan Garuda.
“Apa yang kau maksudkan Garuda, aku tidak paham,” Naga Jaya berusaha mengalihkan perhatian.
“Janganlah kau berbohong Naga Jaya. Aku tahu bagaimana karaktermu. Kalau kau tidak mau mengaku juga, aku akan mencari tahu langsung dari dewa dan aku tidak akan memaafkanmu nantinya,” jelas Garuda dengan nada tinggi.
Garuda pun menuju ke kahyangan, menanyakan kejadian yang sebenarnya pada para dewa. Pertanyaan demi pertanyaan disampaikan Garuda pada semua dewa, tapi belum ada satu pun yang dapat menjawab pertanyaan yang Garuda sampaikan. Garuda pun pulang ke bumi.
Dalam kesedihannya, Garuda berusaha terus berdoa agar mendapatkan jawaban dari permasalahan yang saat ini dialaminya. Winata Sari yang melihat putranya bersedih pun menghampirinya.
“Garuda, apa yang sedang kau pikirkan Nak? kenapa terlihat sedih begitu?” tanya Winata Sari.
“Tidak ada apa-apa Bunda, Garuda sedih dengan apa yang Bunda alami saat ini dan Garuda merasa bahwa Bunda sudah dibohongi oleh Bunda Kudra Sari,” jawab Garuda.  
Winata Sari menatap lembut Garuda. Terlihat perhatian dan rasa sayangnya pada Garuda. “Bunda tidak masalah kok, karena dibalik kemarahan Bunda Kudra Sari sebenarnya beliau baik.”
Ibu selalu penuh kasih dan cinta (Sumber : Pixabay)
Meski Bundanya tersenyum, Garuda tetap merasa tidak terima dan akan terus berjuang  untuk membebaskan ibu tercintanya. Tanpa sepengetahuan ibunya, Garuda kembali ke kahyangan. Dia berkeliling lagi untuk mencari tahu kebenaran yang diinginkannya, hingga dia bertemu dengan Dewa Wisnu.  
Garuda menceritakan semuanya pada Dewa Wisnu. Setelah mendengarkan dengan seksama, Dewa Wisnu tersenyum. “Kenapa perjuanganmu begitu gigih untuk membebaskan ibumu? Seberapa sayang kau dengan ibumu itu? “ tanya Dewa Wisnu lebih lanjut.
Garuda menundukkan kepalanya. Terlihat ada genangan air dimatanya, tapi Garuda berusaha ditahan agar tidak jatuh ke pipinya. Pertanyaan Dewa Wisnu tidak dijawabnya langsung, Garuda masih terdiam hingga pundaknya di tepuk perlahan oleh Dewa Wisnu.
“Aku akan membantumu anak muda, tapi ada persyaratan yang harus kau lakukan dahulu sebelum keinginanmu terwujud. Bagaimana, maukah kamu melakukannya?” tanya Dewa Wisnu.  
Garuda menatap Dewa Wisnu dan menganggukkan kepalanya tanda setuju.
“Baiklah kalau kau setuju. Syaratnya adalah kau harus mengantarkanku mengeliling bumi hingga 7x untuk mengawasi kondisi bumi sepanjang malam ini. Jika berat kau lakukan, tidak masalah kok, aku akan mencari tumpangan yang lain. Ini adalah tugas berat dan membutuhkan waktu yang lama. Tenagamu akan terkuras nantinya,” jelas Dewa Wisnu lebih lanjut.
Garuda termenung sejenak. Baginya tidak ada yang memberatkan, asalkan ibu tercintanya bisa terbebas dari Bunda Kudra Sari. Garuda pun bangkit dan mendekati Dewa Wisnu, langkahnya sudah mantap. Harus terus dilanjutkan. Dewa Wisnu pun mendekat dan bersiap untuk berkeliling bersama Garuda.
Garuda Pancasila (Sumber : Pixabay)
Benarlah, berkeliling membutuhkan waktu yang lama. Tanpa istirahat dan terus berputar, membuat energi Garuda terus terkuras. Dewa Wisnu memahami kondisi Garuda. Bila dihitung berdasarkan pergerakan hari, maka ini sudah masuk hari ke sepuluh. Ya, sudah cukup lama Garuda berputar. Rasa letih semakin mendera.
“Garuda, istirahatlah dulu sejenak. Kita turun ke bumi dan menambah energi dahulu, kemudian kita berputar lagi hingga selesai. Bagaimana?” jelas Dewa Wisnu.
Garuda menggelengkan kepala, menurut perhitungannya, masih tinggal 2 hari lagi tugasnya akan selesai, jika dia istirahat maka waktu akan menjadi lebih lama lagi. Garuda tidak ingin menunda waktu menjadi lebih lama.
“Tidak Dewa Wisnu, saya masih sanggup menyelesaikan tugas ini. Saya masih kuat,” jawab Garuda dan terus melanjutkan perputarannya. Dikala berputar dan terasa lemah, Garuda mengingat bagaimana kasih sayang yang telah ibunya berikan, dan energi itu terasa bertambah dan terus bertambah.
Waktu berputarpun hampir selesai dan kondisi Garuda semakin melemah. Dewa Wisnu menepuk pundak Garuda. “Sudah selesai, kita kembali ke kahyangan ya,” perintah Dewa Wisnu.
Sampai di gerbang kahyangan, kondisi Garuda semakin melemah dan langsung tidak berdaya. Dewa Wisnu membantu kondisinya. Diteteskannya air keajaiban untuk memulihkan kondisinya dan sesaat kemudian terlihat Garuda membuka matanya perlahan. Dia terkaget akan apa yang terjadi. Apakah tugasnya sudah selesai di tunaikan? Melihat reaksi Garuda yang terlihat bingung, Dewa Wisnu pun memberikan penjelasan.
Tersirat kebahagiaan di mata Garuda. Usahanya sudah berhasil dan ibunya akan segera dibebaskan. Ini harapan terbesar Garuda saat ini. Dewa Wisnu pun menghampiri Garuda dengan membawa segelas air.
“Aku bangga denganmu Garuda. Usaha yang kau lakukan sangat gigih dan pantang menyerah. Pasti Ibumu akan bangga dengan apa yang telah kau lakukan. Ini hadiah yang aku bawa untukmu. Ajak Naga Jaya berbicara dan minta dia minum air ini. Jika perkataannya benar maka tidak akan ada reaksi pada tubuhnya. Lanjutkan usahamu Garuda. Segeralah kembali ke bumi,” jelas Dewa Wisnu.
Tanpa banyak kata, Garuda segera pulang. Sampai di istana, Garuda langsung menemui Naga Jaya dan mengajaknya bicara. Menanyakan kembali apa yang sebenarnya terjadi waktu lalu. Kemudian Garuda memberikan air dari Dewa Wisnu. Tanpa rasa curiga, Naga Jaya pun meminum air tersebut dan reaksinya Naga Jaya menahan sakit dan kepanasan di rongga mulutnya. Dia tidak tahu apa yang telah diminumnya, hingga beberapa saat kemudian lidahnya menjadi terbelah.
Maka terbuktilah apa yang disampaikan oleh Naga Jaya adalah kebohongan semata. Ibu Naga Jaya lah yang telah berbohong. Akhirnya Ibu Winata Sari terbebas dari perbudakan. Atas kegigihan dan perjuangan Garuda pada ibunya, Dewa Wisnu pun memberikannya gelar Wisnu Kencana. Garuda Wisnu Kencana.  
Pesan Moral :
Kisah ini berasal dari sejarah cerita Garuda Wisnu Kencana. Burung Garuda merupakan lambang negara, dengan naungan sayapnya diharapkan bangsa Indonesia terus bersatu dalam persaudaraan diantara keanekaragaman yang ada.

Pesan yang ingin disampaikan dari kisah ini:
1. Kasih Ibu begitu tulus dan tanpa pamrih pada buah hatinya, maka sudah selayaknyalah anak mau melakukan yang terbaik (berbakti ) di hari tua keduanya.
2. Menjaga kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Amanah adalah modal penting dalam hidup ini.
3. Terus berjuanglah sekuat tenaga untuk mencapai apa yang kau inginkan. Jika menyerah di tengah jalan maka semuanya akan kembali ke titik nol.


* Untuk memenuhi tantangan ODOP pekan ke-4, saya mengadaptasi dari cerita Garuda Wisnu Kencana dengan alur yang sedikit berbeda dari cerita sebenarnya.

Share the article :