Cerbung : Kenangan Masa Itu – 3

Cerbung (Sumber : Pixabay)


Bagiku Mira sudah bagaikan saudara. Ya, aku menganggapnya dia saudaraku sendiri. Mungkin karena kami selalu bersama sejak duduk di bangku SMA. Menjalani waktu bersama mulai dari berangkat sekolah hingga menjelang maghrib, karena sepulang sekolah Mira selalu menemaniku di rumah, hingga Mama pulang kerja. Aku memang bukan anak tunggal, tetapi keseharianku lebih sering sendiri. Menjelang waktu maghrib, orang tua dan kakakku satu per satu pulang.

Kehadiran Mira di rumah sudah menjadi bagian yang dirasakan tidak hanya olehku saja. Semua anggota keluarga senang dengan kehadirannya. Tidak hanya saat sekolah saja Mira mau ke rumah, saat weekend pun dia akan berusaha menyempatkan diri main bersamaku. Itulah sebabnya aku merasa dia bagaikan saudaraku sendiri.

Ujian semester tak terasa sudah dilalui dan menjelang liburan selama 2 minggu, Mira sudah menyiapkan diri untuk segera berangkat ke Solo sesuai rencana sebelumnya. 
Awalnya aku ingin ikut menemani, tetapi Mama melarangku dengan alasan, Mira mempunyai urusan yang sangat penting bersama orang tuanya. Dengan terpaksa aku pun mengalah.

Tiket kereta api sudah di pesan jauh hari oleh Bang Asrul dan hari ini aku akan mengantarkan Mira hingga stasiun Gambir. Waktu keberangkatan kereta adalah jam 08:00 dan aku berencana berangkat ke stasiun sekitar jam 06:00. Malam hari sebelum keberangkatan Mira, sengaja aku mampir ke rumah Bang Asrul untuk memastikan kesiapannya.

“Sudah siapkah semuanya Mir?” tanyaku saat melihat Mira terduduk di kasurnya sambil mengamati tas dan koper yang akan dibawanya.

Mira menganggukkan kepalanya sambil mengambil handphone yang ada di sebelahnya.

“Bacalah pesan yang Ibuku sampaikan,” pinta Mira sambil memberikan handphonenya.

Segera handphonenya ku ambil dan pesan itu pun ku baca. Pesan itu tertulis :

Mira, Ibu berharap kamu bisa membantu Ibu menjaga ayah di rumah. Ibu was-was dengan kondisi ayah. Abangmu tidak bisa berlama-lama jika pulang, jadi Ibu hanya bisa berharap padamu.

Iya Bu, Mira mengerti dan akan segera pulang.

Menjadi pahamlah aku akan perasaan Mira saat ini.

“Bang Asrul bagaiamana?” tanyaku ingin tahu.

“Kata Bang Asrul, aku harus memastikan kondisi ayah dan sebaiknya menjaga ayah sampai semuanya membaik,” jawab Mira.

Ku usap lembut punggung Mira dengan harapan dia bisa kuat menghadapi semua yang dialaminya saat ini.

“Nina, bagaimana jika nantinya aku tidak kembali ke Jakarta lagi,” tanya Mira dengan pandangan ke arahku.

“Kenapa kamu berpikir begitu?” aku pun balik bertanya.

“Entahlah, mungkin aku merasa khawatir saja. Kuliahku juga masih semester 3, kalaupun tidak lanjut mungkin sebenarnya tidak masalah,” jawab Mira dengan nada putus asa.

“Sudahlah Mir, berpikir positif saja, jangan membuat pikiranmu jadi lebih ruwet dan kacau,” bujukku.

Malam sudah mulai larut dan akupun segera pamit. Sebelum pulang, ku ingatkan agar Mira segera istirahat saja agar esok tidak tertinggal kereta api.

*Next episode 4 *

Share the article :